Sabtu, 01 September 2012
(CERPEN) Anak Rusa Mencari Kejayaan
Di sebuah daerah pegunungan di salah satu benua, hiduplah sebuah keluarga Rusa. Suatu ketika Ayah dari dua anak rusa itu memerintahkan anak-anaknya untuk menjemput ‘kejayaan’nya masing-masing dengan memberi mereka tugas untuk menaiki sebuah gunung batu nan terjal dan harus mencapai puncaknya. Ayah rusa mengingatkan kepada anak-anaknya bahwa jalan yang akan ditempuh mereka dalam mendaki gunung tidaklah mudah, ada rintangan yang harus mereka lewati, baik rintangan dari luar maupun rintangan dari dalam diri mereka sendiri, dan barangsiapa yang berhasil mencapai puncaknya, maka ia telah mendapat ‘kejayaan’ dan pemenang yang sejati.
Kedua anak rusa itu pun segera melaksanakan amanat yang diberikan ayahnya kepada mereka untuk kemudian menyelesaikannya. Ayah rusa adalah ayah yang bijaksana, ia tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya. Ia memberikan tugas yang sama kepada kedua anaknya. Padahal kedua anak rusa itu memiliki kondisi fisik yang jauh berbeda.
Anak rusa yang pertama memiliki tubuh yang kuat, fisik yang sehat, dan terlatih untuk hal-hal ekstrim termasuk soal pendakian gunung. Sedangkan anak rusa yang kedua memiliki tubuh yang lemah, fisik yang sebagian tidak lengkap, dan kaki yang salah satunya lumpuh. Ia lebih sering berada di rumah membantu kegiatan di rumah, dan jarang melakukan hal-hal ekstrim seperti yang di lakukan rusa pertama.
Kedua anak rusa itu segera berangkat menuju apa yang di perintahkan kepada keduanya, yaitu menjemput ‘kejayaan’. Mereka bergegas berangkat ke medan pendakian. Keduanya berangkat bersama untuk menyelesaikan tugas bersama.
Anak rusa pertama dengan sangat kencang berlari di start awal, namun anak rusa kedua yang juga dengan semangat menggebu, segera mengikuti langkah rusa pertama dengan jalan tertatih-tatih dan terseok-seok karena baru kali ini perjalanan yang akan ia lakukan. Sesampainya di medan yang akan mereka daki, di lembah gunung banyak pemandangan indah di sekitarnya. Rusa pertama yang telah sampai terlebih dahulu di medan yang akan mereka daki begitu takjub dengan keindahannya, ada batu-batu besar nan cantik, air yang mengalir, dan ada beberapa makanan yang enak untuk dimakan. Anak rusa kedua baru sampai beberapa saat setelah anak rusa pertama, ia pun segera menyapa rusa pertama,
“ Hai, kakakku apa yang kau lakukan disini, kenapa kau tidak segera menyelesaikan tugas kita dengan langkahmu yang sangat cepat itu?”, tanya rusa kedua.
“ Hai adikku yang lumpuh, tugas ini terlalu mudah bagiku, aku sudah pasti bisa mencapai puncaknya dengan mudah nanti, aku ingin bermain-main di sini dulu, tempat ini sangat asyik”, jawab rusa pertama dengan angkuhnya.
“ Tapi, setelah saya lihat gunung batu ini medannya sangat sulit, berbeda dengan gunung berbatu yang lainnya,apakah kamu bisa menyelesaikannya?”, sanggah rusa kedua.
“ Ah, kau tidak tahu apa-apa soal pendakian, jangan banyak bicara, coba lah kau daki sendiri gunung itu, pastilah kau tidak mungkin bisa melakukannya, karena kau lumpuh”, sindir rusa pertama itu.
“ Baiklah, kakakku, aku akan memulainya, tapi ingatlah pesan ayah kita, bahwa perjuangan mencapai puncak gunung ini tidaklah mudah, mari kita selesaikan segera”, rusa kedua mengingatkan.
“ Oke, kita lihat saja nanti”, sahut rusa pertama.
Mendengar kata-kata rusa pertama, kakaknya sendiri, rusa kedua pun terlihat sangat sedih, ia begitu kecewa dengan sikap kakaknya padanya. Tapi dia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia bisa menyelesaikan tugas dan mendapatkan ‘kejayaan’ itu. Seperti yang di katakan ayahnya bahwa medan ini sangat sulit dan banyak rintangan, baik dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. Walapun begitu, rusa kedua ini tetap yakin dan berharap bahwa ia bisa mendaki gunung batu itu.
Tak hanya harapan dan keyakinan semata, maka rusa kedua yang lumpuh ini pun segera bergegas memulai pendakian. Satu dua tiga kali ia memulai, tiba-tiba jatuh. Memulai lagi dan jatuh lagi. Melihat kondisi fisik rusa kedua ini memang terlihat tidak memungkinkan untuk bisa melakukan pendakian. Di saat rusa kedua ini beberapa kali gagal memulai pendakian, di kejauhan rusa pertama tampak tertawa-tawa melihat adiknya begitu susah payah mendakinya. Ia masih asyik bermain-main dan malas-malasan sehingga belum memulai pendakian, ia seakan terpesona dengan apa yang ada dilembah itu, dan ia menganggap bahwa sudah pasti dirinya akan ‘bernasib baik’ tidak sama halnya dengan adiknya, yakni mampu mencapai puncaknya.
Rusa kedua tidak menyerah begitu saja, walaupun berpuluh-puluh kali ia jatuh bangun ia tetap yakin bisa mendaki gunung berbatu itu, karena ia masih punya harapan, harapan untuk menyelesaikan tugas yang diberikannya untuk mendapatkan ‘kejayaan’ seperti yang ayahnya ceritakan.
Dan setelah terseok-seok untuk kesekian kali, akhirnya ia mampu menaiki setengah dari pendakian ke gunung berbatu itu. Dan tampak dari ketinggian ia berteriak,
“ Hai, kakakku, aku sudah sampai setengah perjalanan, ayo sekarang giliranmu, langkahkan kakiku yang sangat cepat itu, mari kita mencapai puncaknya bersama-sama!”.
Mendengar itu rusa pertama pun kaget, merasa tidak percaya bahwa adiknya yang lumpuh itu mampu menaiki separuhnya. Tak lama berselang, karena merasa di saingi oleh adiknya, rusa pertama itu pun berlari dengan kencang dan mulai mendaki gunung berbatu itu. Saat hendak ingin mendaki, tiba-tiba “ Brukkkks,..”, rusa pertama itu terjatuh, dan tertimpa bebatuan, kakinya tergencit dan akhirnya ia lumpuh tidak mampu berjalan. Rusa kedua akhirnya berhasil mencapai puncaknya walau dengan terseok-seok saat mendaki. Kini ia benar-benar menjadi pemenang sejati yang berhasil menyelesaikan tugas dan mendapat ‘kejayaan’ itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PESAN :
"KEJAYAAN tak pernah datang pada orang yang berjalan dengan kemalasan dan kosong hatinya. Masihkah keangkuhan akan nasib baik tetap terpatri, sedangkan gerbang lepas kian menyapa?. Apakah keangkuhan itu adalah darah yang sudah menyatu dengan tubuh?, ataukah cahaya tidak akan pernah menembus keangkuhan itu?. Berpikirlah karena hidup dan waktu ini pasti berlalu, ada Dia yang Maha menentukan. Berbenahlah, yakinlah harapan itu masih ada,"
Kamis, 02 Agustus 2012
Sabtu, 28 Juli 2012
Desaku yang Hijau nan Elok, Betapa Indahnya Ciptaan-Nya
Selasa, 24 Juli 2012
[Xenophobia] Berteman Dengan Orang Gila
Senin, 23 Juli 2012
Minggu, 08 Juli 2012
Senin, 02 Juli 2012
[Senyumku Untuk Berbagi] Dan Aku Pun Tersenyum Bahagia
Senin, 25 Juni 2012
Sabtu, 23 Juni 2012
Kamis, 21 Juni 2012
Serba-serbi Di Negeri Ramadhan ( Raih Mahligai Kebersamaan )
Senin, 18 Juni 2012
Kamis, 07 Juni 2012
Senin, 04 Juni 2012
Minggu, 03 Juni 2012
{ Untuk Adikku Tercinta } Dik, Sebentar Lagi Semesteran
Tak terasa ternyata hampir 12 bulan dilalui, sekarang kamu akan naik ke kelas 8 ( 2 SMP), Minggu Depan, ada yang harus terlampaui, yaitu Ulangan Umum Semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.
Adikku, Rasa lelah dan peluh orang tua mu adalah darah penyemangat untuk bisa..bisa.. dan bisa. Kalau hari ini masih ada harapan untuk menunda dan menunda keberhasilan mu, maka tanyakan kepada diri, mampukah kamu memandang wajah lelah bapak dan ibu mu dirumah yang menanti dengan setia, dengan ikhlas untuk kenaikan dan kebahagiaanmu adikku. Ruh, Ruh, akan prestasi jangan enyahkan dari diri.
"Bila seorang penuntut ilmu telah kehilangan ruh prestasinya maka jangan harap kemudahan dan indahnya juara serta kemenangan akan teraih. "
“SELAMAT BERKOMPETISI SEMOGA TAHUN INI MENJADIKAN TOREHAN EMAS KEMENANGAN UNTUKMU ADIKKU"
” BUAT SENYUM BAPAK / IBU DENGAN TINTA SENYUM KEBANGGAAN’ YAKINKAN DIRI BAHWA KAMU BISA”
Buat adikku tercinta, telah banyak pengorbanan orang tua mu, kapan terbalas?. Ayo, kamu harus berprestasi, jangan seperti kakakmu, kamu harus lebih baik dan baik lagi,...
S.E.M.A.N.G.A.T !!!
Rabu, 30 Mei 2012
[Mozaik Blog Competition] Buku dan Guru Terbaik-Ku
Aku punya “Buku”, Aku juga punya “Guru yang baik”, dan Buku adalah “Guru Terbaik-ku”. Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka gemar atau hobi membaca, tapi beberapa dari mereka tak menganggap bahwa Buku adalah “Guru Terbaik” bagi mereka. Buku adalah Guru terbaik kita, karena ia memberi tanpa berharap kembali :D. Ia memberi sejuta ilmu dan wawasan bagi setiap orang yang membaca dan menikmatinya.
Kegemaran saya pada kegiatan membaca dan kecintaan pada Buku sebenarnya berawal dari sebuah paksaan. Ya, sejak masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah saya memang tergolong anak yang malas dan jarang belajar, prestasi pun jeblok, apalagi yang namanya membaca buku, tak pernah sekalipun ku lakukan. Semenjak Saya menginjak bangku sekolah menengah atas, kegemaran membaca dan kecintaanku pada Buku itu pun hadir pada diri saya. Kegiatan membaca buku pertama kali adalah ketika saya disodorkan dan diwajibkan oleh guru ngaji saya untuk membaca buku-buku majalah seperti “elfata” dan ‘tarbawi” misalnya. Tak hanya itu saya juga disodorkan buku-buku agama yang lebih tebal dari sebuah majalah dan akhirnya saya berhasil menyelesaikannya. Sampai disitu, saya masih terkesan membaca buku karena sebuah perintah, bukan karena keingingan saya sendiri dan bukan karena kegemaran saya.
Baru ketika saya bertemu dengan guru terbaikku di Sekolah saya, dengan segala akhlak baik dan jurus-jurus jitu dalam memotivasi murid-muridnya, saya baru sadar pentingnya membaca dan betapa pentingnya sebuah buku. Tak jarang Guruku ini menawarkan buku-bukunya kepada saya ,agar saya membacanya. Bahkan hal yang paling berkesan dan tak bisa saya lupakan adalah ketika Beliau menghadiahiku Sebuah Buku baru. Hanya dengan Buku aku jadi jatuh cinta kepada Pak Guruku yang sangat baik itu. Hingga ketika saya telah berpisah dengan beliau, lulus sekolah, saya kemudian membalas kebaikan beliau yang sangat banyak itu dengan menghadiahi beliau buku yang lama ia inginkan, buku yang saya berikan itu tentang Ilmu Biologi karena beliau adalah Guru Biologi saya. Beliau senang karena ia merasa ada murid yang peduli pada beliau,beliaupun terharu. Satu pesan beliau yang masih saya ingat untuk menambah motivasi saya di setiap saat adalah ketika beliau berucap, “Bila seorang penuntut ilmu telah kehilangan ruh prestasinya, maka jangan harap kemudahan dan indahnya juara serta kemenangan akan teraih”. Itulah salah satu pesan beliau yang menjadikan saya selalu bersemangat dalam menuntut ilmu, terutama semangat membaca buku, karena buku adalah jendela ilmu.
Bukannya saya orang yang “pelit” atau “ngirit” ( eh tapi mungkin ada benarnya sih :D ), tapi memang saya adalah orang yang jarang membeli buku. Biasanya buku-buku koleksi saya adalah hasil dari meminjam dan hadiah, bahkan ada buku saya yang hasil memphoto copy :D, karena sangat ingin membacanya. Sangat sedikit sekali buku-buku yang saya beli dengan uangku sendiri, karena belum mampu membelinya. Setiap kerumah teman atau ke rumah orang yang di kenal, sudah tentu aku menanyakan buku apa yang ia punya, dan tak jarang saya gondol dan saya bawa pulang buku-buku mereka untuk saya baca dan nikmati.
Sering ke toko buku, tapi seringnya hanya bisa melihat cover buku yang begitu menggoda untuk dibaca, atau sesekali memegang dan membaca buku yang terpajang di rak-rak ditoko tersebut dan kubaca sedikit atau sebagiannya, sampai suatu ketika penjaga toko buku tersebut baru sadar kalau saya sering datang ke tokonya dan ternyata hanya numpang baca, :D. Kadang saya berpikir kalau saya diberi rezeki lebih dari Allah, mungkin saya akan membeli buku ini dan buku itu. Tapi semua pemberian dari Allah adalah nikmat yang harus disyukuri. Buku itu sangat penting sekali bagi saya, maka buat sahabat semuanya yang merasa ada sedikit rezeki yang berlebi, setelah sedekah, tak ada salahnya sedikit sisa rezeki itu kita belikan buku untuk menambah pengetahuan kita. Karena Buku adalah guru terbaik kita.
Membaca buku tentunya menjadikan saya juga ingin menjadi seorang penulis. Saya sangat ingin memiliki sebuah karya dalam bentuk buku hasil karya sendiri. Dan saya yakin pasti suatu saat bisa mewujudkannya, karena hidup dan perjalanan saya sampai akhir nanti pasti ada sejuta hikmah dan cerita yang bisa dibagikan kepada semua orang. Tak ada yang sia-sia dan selalu kita berharap, maka harapan itu pasti akan terwujud.
“Aku cinta buku, karena ia “guru terbaikku”. Ayo baca buku :).
Tulisan ini diikutsertakan di Lomba ini.
Selasa, 15 Mei 2012
Minggu, 06 Mei 2012
Kamis, 03 Mei 2012
Senin, 30 April 2012
Rabu, 25 April 2012
Karena Buah Duku
Buah Duku ini,
Buah yang Ku temui secara cuma-cuma di Masjid ini,
Buah yang Ku dapatkan dari seseorang yang berbaik hati,
Buah yang sangat disukai oleh orang-orang yang Ku cintai,
Adalah buah yang sangat enak untuk dicicip dan dinikmati,
Namun sayangnya,
Buah ini tampak begitu kusut dipandang oleh mata,
Buah ini membuat curiga orang-orang yang melihatnya,
Buah ini tidak menjadikanku bertambah selera,
Buah ini tampak lusuh dan seperti busuk dari kulit luarnya,
Tapi ternyata ku baru tahu,
Buah yang tampak lusuh dan kusut itu,
Buah yang memang menjadikan ku tak bernafsu,
Buah yang belum tentu semua orang mau,
Ternyata adalah buah yang bisa membuat mulutku mecucu,
Ternyata Buah Duku ini,
Adalah buah yang sangat enak dan manis sekali,
Buah ini membuat tangan ingin mengupas kulitnya lagi,
Buah ini membuat lidah tak henti-henti ingin mencicipi,
Buah ini membuatku mau dan mau lagi,
Duku ini ternyata manis,
Buah ini seakan mempunyai aura magis,
Karena buah ini memang benar-benar enak dan manis,
Buah ini akhirnya membuatku menangis,
Buah ini menjadikan hati seperti teriris,
Karena Buah Duku,
Meluap sudah kumpulan air di dalam bola mataku,
Tak kuasa ku tahan rasa galau di hatiku,
Bahkan ku tak sadar bahwa aku adalah seorang lelaki yang harus tegas dalam berlaku,
Aku ingin menagis sejadi-jadinya dikala itu,
Betapa tak seperti itu,
Buah yang tampak sangat lusuh dan terlihat busuk itu,
Ternyata didalamnya ada buah yang sangat enak dan manis yang tak menipu,
Sangat jauh berbeda dengan apa-apa yang ada dalam diriku,
Aku selalu sibuk memperbagus apa-apa yang tampak dari luar rupaku,
Padahal hanya kebusukan yang ada dalam hatiku,
Ah, karena Buah Duku ini,
Engkau menjadikanku agar lebih introspeksi diri,
Engkau menjadikanku agar aku bisa menata hati yang busuk ini,
Engkau menyadarkanku akan segala noda dan dosa dalam diri,
Engkau mengingatkanku akan banyaknya aib-aib dalam diriku ini,
Karena Buah Duku,
Aku sadar bahwa Aku kotor dan dekil karena semua perbuatanku,
Aku sadar bahwa Aku punya segala aib yang ku tak ingin ada orang yang tahu,
Aku sadar bahwa selama ini Aku dipandang baik karena rasa kasihan Tuhanku padaku,
Aku dipandang baik karena Allah menutupi segala aib-aibku,
Aku dipandang baik bukan karena memang mulia keadaanku,
Ya rabb, sadarkan Hamba-Mu
Selasa, 17 April 2012
Selasa, 10 April 2012
Aku Ditolong, Hapeku Dicolong
Ya, kejadian ini terjadi di awal-awal aku menginjakkan kaki di Kota ini, karena aku orang ‘ndeso’ yang sama sekali tidak pernah kepikiran berada di Kota ini, tentu saja Aku ‘bingung-bingung bungah’ pertama kali ke sini. Kedatanganku kesini tentu saja merantau, mencari rizki itulah tujuanku.
Namanya orang asing di negeri orang tentu saja tidak luput dari istilah “keblasuk” alias tersesat :D. Pernah tersesat? (makanya jangan lupa bawa kompas kalo kemana kemana kemana :p). Haduh aku sendiri malu mau menceritakan saat aku tersesat, agaknya jangan meremehkan pepatah ini, “ Malu bertanya, Njungkel neng Ndalan” hihiihi. Jadi, ceritanya aku hampir tersesat sampai ke Jalan Magelang.
Aku yang saat itu sendirian mencari pekerjaan ke sana kemari, hendak ingin pulang ke kost-kostan sepupu yang kuliah disini. Sewaktu pulang dari test masuk kerja, aku naik bus kota jurusan Tempel- Terminal Giwangan Jogja, tujuanku ke terminal Giwangan, tanpa bertanya ke Kenek Busnya aku main nyelonong masuk aja yang ternyata bus itu menuju ke Tempel, bukan ke terminal Giwangan. Dan mirisnya lagi bus itu adalah yang terakhir, tak ada lagi bus yang menuju terminal Giwangan. Terpaksa aku turun di daerah Jalan Magelang, Tempel, Sleman, hampir berdekatan dengan Magelang.
Hari sudah semakin sore, Adzan ashar berkumandang, aku sesegera mungkin mampir dimasjid terdekat. Pikirku aku akan masih bisa pulang ke kostan sepupu dengan menelpon sepupu untuk menjemputku yang tersesat di Jalan Magelang ini. Tapi, kejadian menyedihkan dan membuat aku “galau” adalah ketika aku mendapati dompet dan Hapeku sudah tidak ada dalam tas. Ya, uang dan hapeku dicolong orang, tapi tasku tidak ikut dicolong, (malingnya pinter dan teliti banget, tau aja kalo tasku butut dan lusuh T_T, Cuma isinya aja yang diambil). Ceritanya aku jadi makmum masbuk, dan aku menaruh tasku disebelah belakang agak jauh dari tempatku shalat, nah mungkin saja si maling mengamatiku sewaktu aku memasukkan hapeku ke dalam tas.
Lenyap sudah harapanku untuk bisa bertahan hidup *halah lebay ( ehhh buset dah aku galau banget saat itu, ketar-ketir ). Maksudnya bagaimana caranya aku bisa menghubungi sepupuku kalau hapeku dicolong, bagaimana aku bisa bayar angkutan alternatif lainnya sedangkan uang sedompetku digondol maling di Masjid *hiks. Aku benar-benar bingung, dan hampir saja meneteskan air mata. Tapi saat itu berpikir bahwa aku pasti bisa pulang karena Allah melihatku dan pasti menolongku. Dengan keyakinan itu aku mencoba melangkahkan kakiku menuju tempat aku akan pulang, ke kost sepupu. Berjalan kaki, YA, itulah yang terpikirkan di Otakku. Padahal aku juga belum yakin padahal jarak tempat kost dan tempat aku tersesat luar biasa jauh.
Dengan niat dan prasangka baik akan pertolongan Allah aku terus melangkahkan kaki-ku, aku sudah berjalan kira-kira 8km. Coba bayangkan? Pernahkah anda berjalan sejauh itu. Kalau aku ingat sering kali aku nangis dengan perjuanganku saat itu.
Setelah kira-kira berjalan 8km, aku merasa lelah dan aku berpikir untuk berhenti sejenak, aku kehausan, aku ingin membeli minum, tapi teringat akan dompetku yang digondol maling (semoga allah menunjukkan jalan yang lurus pada maling itu), aku pun hanya bisa bermurung muka, lesu, sedih. Tapi aku mencoba mencari-cari rupiah ditas ku yang butut itu, ternyata aku menemukan selembar uang seribuan disana, alhamdulillah, aku bisa membeli minum dengan uang itu. Sesegera mungkin ku menuju warung pinggir jalan terdekat untuk membeli minum. Tentu saja uang segitu hanya dapat membeli Ice Tea ( Es teh kalo bahasa ndesonya). Penjual warungnya seorang nenek. Dan apa yang terjadi saudara-saudara?, setelah aku memesan es teh ke nenek ini, ku pikir harganya memang seribu, karena ditempat lain memang Cuma seribu. Tapi saat ku tanyakan harganya,”pinten mbah?”, nenek bilang “Rong ewu mas”. *Glek, es teh yang sudah habis ku minum serasa ingin tak muntahkan lagi. Ku pikir harganya seribu ternyata di tempat nenek 2 ribu.( Huaaaa, sedihnya bukan main. Bikin nangis kalau inget ini). Tapi nenek ini tidak sepenuhnya yang membuat langkahku pulang semakin berat. Tapi nenek ini berbaik hati, setelah ku jelaskan bahwa aku hanya punya uang seribu. Aku boleh membayar dengan uang seribu saja. Hiks, aku iba. Dan karena nenek inilah aku yang tersesat bisa terselamatkan. Kebetulan nenek punya handpone, dan alhamdulillah aku dipinjami, dan aku bisa SMS sepupu untuk menjemputku. Ajaibnya lagi, aku ingat 12 digit nomor hape sepupu. Subhanallah Allah benar-benar maha besar, maha penolong.
Aku bersyukur bisa pulang dan alhamdulillah keesokan harinya diterima kerja. Terimakasih nenek, Alhamdulillah ya allah.
( Pengorbanan itu takkan sia-sia, khuznudzon pada Rabb akan hari esok lebih baik)
Senin, 02 April 2012
Tukang Sol Sepatu juga Manusia
Keluar dari dalam masjid setelah melakukan ibadah Sholat Isya' kudapati seorang Bapak dengan penuh senyumnya menyapaku yang sedang berada di serambi masjid menunggu hujan reda. Bapak ini segera menuju sepeda tua didekatku dengan kotak kayu berisi beberapa sepatu rusak beserta alat-alat di atas sepeda itu.
Ku sambut senyum sapa beliau dengan beberapa pertanyaanku agar bisa memecah keriuhan air hujan yang menetes begitu derasnya. " Masih deras pak, ngiyup dulu?" sapaku, "iya mas, ini mau ngambil mantol dulu, nunggu hujannya biar agak reda", jawabnya. Saat itu juga ku mulai bertanya-tanya tentang si bapak yang sudah ku ketahui bahwa ia adalah seorang tukang sol sepatu.
" Bapak, tukang sol ya, ini tadi keliling dari mana pak?, tanyaku. " Iya, ya begini lah mas namanya cari rejeki ya apapun harus dijalani apa adanya, biasanya saya keliling di dekat kampus-kampus, asrama, kost-kostan, pokoknya tempat yang agak ramai lah mas", jawab bapak ini apa adanya tanpa mengada-ada. " lha bapak ini nanti pulang kemana?, lanjutku. " Ke Panggung mas", jawabnya lagi. Ya allah, jauh banget padahal panggung itu Jogja paling selatan, kelilingnya sampai jogja kota sini, hmm, perjalanannya saja sudah butuh perjuangan, apalagi dalam mencari pelanggan.
" Biasanya sehari dapat berapa pak penghasilannya?", tanyaku ingin tau. " Ya, gak mesti mas, kadang ya dapat banyak kalau pas banyak yang pakai jasaku, kadang cuma cukup buat makan aku, istri, dan anak, kadang kalau cuaca seperti ini semakin susah lagi mas dapet masukannya", cerita bapak padaku. Obrolan kitapun tak terasa telah sampai dipenghujung saat air hujan sudah tinggal rintik-rintik. " Ya sudah ya mas, hujannya sudah reda, saya tak pulang dulu" sahut bapak ini. " lho masih rintik-rintik pak, gak nunggu reda saja?", " Ndak mas, anak istri pasti sudah menunggu dan mengkhawatirkanku, mereka pasti telah menunggu rejeki yang kuperoleh hari ini", jawab bapak itu yang membuatku terketuk hati. " Ya, sudah pak, salam untuk anak dan istrinya ya pak".
Ah, malam itu telah membuatku sadar tentang arti kerasnya sebuah perjuangan hidup, tukang sol sepatu juga manusia, ia butuh hidup yang layak, ia juga butuh penghargaan. Jika kita sedikit menengok sisi kehidupan mereka, kita akan menemukan pribadi-pribadi nan elok dan tangguh yang pantas untuk kita hargai. Setiap orang memiliki perasaan bahwa dia adalah ISTIMEWA dan juga ingin diPENTINGkan, maka jangan sampai kita merendahkan oranglain yang kita lihat dari status pekerjaannya yang mungkin tidak sepadan dengan kita, jangan pernah merendahkan, karena setiap orang mempunyai "kelebihan dan keistimewaan". Tukang sol sepatu juga manusia, mereka layak kita hargai karena mereka mampu mengerjakan apa yang tidak bisa kita kerjakan. Tapi apa yang terjadi terkadang kita tak acuh pada mereka, atau saat kita menggunakan jasa mereka, kita hargai jasanya dengan upah yang kita tawar dengan begitu KEJAMnya ( terutama ibu2 nih yang sering dengan urusan tawar-menawar XD), padahal mungkin juga kita saat itu adalah pelanggan pertama yang menggunakan jasanya dihari itu, setelah menempuh perjalanan yang tidak dekat, hmm. Kita tidak akan bisa mengHARGAI mereka, tanpa menganggap mereka "PENTING dan ISTIMEWA".
Ah, bapak kau mengingatkanku tentang arti sebuah perjuangan yang tak mudah untuk dijalani, kau ingatkan aku tentang betapa sulitnya orangtuaku menghidupiku dan betapa susahnya orang tuaku mencari rizki. Cari uang emang gak gampang :D, Tetap semangat Bapak, perjuanganmu tak akan sia-sia.
"JIKA kita harus berperang dengan kerasnya kehidupan maka tetaplah bersyukur kepada Allah SWT dan berterimakasihlah kepada orang tua, karena kita mendapat kesempatan menemukan jati diri untuk bertahan hidup. Perjuangan dan CUCUran keringat jauh lebih berharga daripada WARISAN yang kita dapatkan secara mudah."