Sabtu, 28 Juli 2012

Desaku yang Hijau nan Elok, Betapa Indahnya Ciptaan-Nya





Ketika melihat keindahan alam ciptaan-Nya, sungguh betapa sejuknya mata ini, betapa tentramnya hati ini, betapa bersyukurnya diri ini, Dia menciptakan segala keindahan dengan begitu sempurna, tanpa cela, dengan begitu mudah dan indahnya.

Mari luruskan niat lagi mulai hari ini, telah banyak yang kita dapatkan dari Allah, salah satunya adalah nikmat keindahan alam. Mengapa kita mengingkari, mari sadarkan diri, sebelum semua nikmat itu tercabut dari diri kita.

Awali hari dengan niat tulus di hati, agar hari ini diberkahi
Awali hari yang cerah dengan basmallah, agar semua berjalan indah,
Awali hari ini dengan semangat, agar jiwa kita tetap kuat,
Awali hari ini dengan keikhlasan, agar kita mendapat kejayaan,
Harap dan terus Berharap..semoga kesuksesan dan kebahagiaan dalam genggaman 

Selasa, 24 Juli 2012

[Xenophobia] Berteman Dengan Orang Gila


Kita pasti tidaklah asing lagi dengan yang namanya “Orang Gila”. Orang yang biasa di sebut sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa itu bisa di temui di mana-mana dan di berbagai tempat. Tidak percaya? Cobalah sesekali berjalan berkeliling di sekitar tempat tinggal Anda, sembari menikmati indahnya lingkungan sekitar anda. Jika anda tak kunjung menemukan orang yang anda cari, berarti anda harus melakukan beberapa hal, di antaranya : gunakan satu buah alas kaki saat jalan-jalan, bukan satu pasang tapi satu buah, pakai di kaki kiri, sedangkan yang kaki kanan pakaikan saja kaos kaki, mulai lah berjalan berkeliling sambil menari-nari menikmati indahnya sekitar, nah,  anda pasti sudah mendapatkan orang yang anda cari.  ( Intermezo nggak penting ).

Di kampung saya tercinta, ada satu warga yang di kenal oleh masyarakat di kampung saya sebagai orang yang mengalami gangguang jiwa alias Gila. Namanya Suyat, dahulu dia sempat membuat “geger” warga kampung akibat ulahnya dan gangguan kejiwaannya. 

Pintu rumah sudah di gembok, jendela-jendela di tutup, lampu-lampu di redupkan, begitulah kiranya yang dilakukan warga kampung saat kejadian itu terjadi. Jadi, Suyat yang di kenal gila karena mengalami gangguan jiwa itu setiap hari berkeliaran kesana kemari mengelilingi kampung. Tak hanya itu dia juga sering merusak dan melempari batu rumah-rumah warga, bahkan pernah melukai warga. Warga kampung tak tinggal diam, mereka berusaha untuk menghentikan ulah Suyat yang meresahkan warga itu. Akhirnya warga berhasil menangkap dan mengamankan Suyat. Suyat hanya diinterogasi oleh warga dan di perintahkan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Suyat masih diberi nafas untuk tinggal di kampung. Pak Lurah kemudian memberi solusi atas masalah ini, Suyat diberikan aktivitas agar ia terlihat sibuk dan gangguan jiwanya itu cepat hilang. Ia di beri satu binatang ternak agar ia memelihara dan memberi makanan pada ternak itu. Kini aktivitas sehari-hari Suyat adalah mencari pakan ternak berupa rumput.

Di kemudian hari, Suyat tak pernah lagi mengulangi perbuatan yang meresahkan warga itu, ia tetap bisa berkeliling di kampung. Tapi warga menilai Suyat tetaplah orang yang gangguan jiwa karena gayanya dan juga penampilannya yang memang dia tak pernah mandi. Setiap ada Suyat lewat, pastilah anak-anak kecil pada lari terbirit-birit menuju ke rumahnya, ada juga anak yang nangis tiada henti saking takutnya.

Saya sendiri yang saat itu masih SMA, ada perasaan takut juga ketika berjumpa dengan Suyat, mengingat ulahnya dulu yang meresahkan warga. Suatu saat, ketika pulang sekolah saya bertemu dengan Suyat di jalan, dia hendak pergi mencari rumput untuk ternaknya, dia membawa celurit yang tajam. Spontan saja saya berpikir yang tidak-tidak saat itu, mungkin saya juga agak sensitif dengan orang-orang yang membawa clurit atau benda tajam lainnya. “ Bagaimana kalau dia kumat gilanya?, bagaimana kalau clurit itu ditebaskan ke leher saya?, bagaimana kalau saya dimutilasi? “, pikir saya dalam hati yang mungkin terlihat konyol  . Dan, angan-angan  itu tentu saja tidak terjadi. Seperti biasa, saat kita berpapasan di jalan, dia senyam-senyum tidak jelas, dan saya juga senyum sejuta takut sambil mempercepat langkah kaki saya untuk “kabur” darinya. Dia ataupun saya tak saling menyapa.

Hanya orang yang gangguan jiwa saja sampai membuat takut sebegitunya?, entahlah. Tapi setidaknya saya harus mengambil pelajaran dari bocah kecil tetangga saya, “Iis” namanya. Iis bocah kecil berusia 4 tahun itu, selalu nangis kejang-kejang, jika melihat Suyat lewat di depan rumahnya, bocah itu mengetahui sosok seorang Suyat karena cerita-cerita dari orang tuanya tentunya. Suatu ketika, Iis bermain dengan temannya di rumah tetangganya yang memiliki seekor anjing. Anjing itu lepas dari rantainya yang serta merta kemudian menggonggong dan mengejar Iis, bocah-bocah itu lari menjerit-jerit, untunglah di saat bersamaan ada Suyat yang lewat, dan melempari anjing itu dengan batu, sehingga anjing itu menjauh. Suyat menghampiri bocah itu. Iis yang saat itu menangis tersedu-sedu karena takut dikejar anjing  tak sadar kalau dia sekarang bersama seorang yang sebelumnya sangat ia takutkan. 

Dan sejak saat itu, ia sudah tak lagi takut dengan Suyat, ia seakan mengetahui sosok Suyat yang sebenarnya. Selama ini ia hanya mengetahui tentang sosok Suyat yang gangguan jiwa itu dari orang tua dan orang-orang disekitarnya. Suyat kini menjadi pahlawan dalam benaknya, ketakutannya kepada Suyat sudah tiada, ia menganggap Suyat adalah orang baik yang telah menolongnya dari kejaran anjing tetangganya . Malah ia sering minta gendong dan bermain dengan Suyat yang tak pernah mandi itu.

Berkat Iis, saya jadi berpikir kalau sebenarnya Suyat juga warga biasa, tak pantas didiskriminasi karena gangguan kejiwaanya. Dia gila bukan karena keinginannya sendiri. Bahkan saya miris dengan kelakuan pemuda-pemuda di kampung saya yang dengan jailnya mengolok-olok dan mempermainkan Suyat begitu kejamnya karena gangguan jiwanya.

Saat itu, Suyat menjadi lebih dekat dengan warga, aktivitas memelihara binatang ternak setidaknya bisa sedikit mengobati gangguan kejiwaannya, juga tak luput dari Iis yang kini menganggap Suyat adalah teman bermainnya.

Saat suatu ketika saya berpapasan lagi dengan Suyat, saya hendak pergi ke masjid.  Saya tersenyum dulu kepadanya tanpa ada rasa takut lagi. “ Mau kemana mas?, tanya saya, “ gak kemana-mana”, jawabnya. “ Lha kamu mau kemana ?”, sambungnya. “ Mau kemasjid, mau ikut?”, tanya saya lagi. “ Tanpa menjawab, Suyat mengikuti saya menuju masjid. Di masjid ia mengikuti apa yang orang-orang kerjakan walaupun sama sekali tak tau tujuannya untuk apa. Dan mungkin saja sholatnya tidak di terima Allah, karena orang gila memang tidak di perbolehkan sholat, orang sholat harus sadar dan paham apa yang ia kerjakan, bukan.

Dan kini, setelah dulu sempat kambuh lagi gangguan jiwanya, dan setelah menjalani rehabilitasi, ia sudah sembuh dari gilanya. Kini ia begitu dengan mudahnya berinteraksi dengan warga-warga, dan kini amal dan dosanya sudah bisa dicatat.

Coba ikut-ikutan lomba tentang Xenophobia dari Mrs. Lessy, disini. ( kira-kira nyambung nggak ya   )

gambar dari sini

Senin, 02 Juli 2012

[Senyumku Untuk Berbagi] Dan Aku Pun Tersenyum Bahagia

Baiklah, mungkin ada kalanya kita boleh ber”narsis” ria melalui sebuah photo :D. Sebenarnya saya adalah orang yang pemalu, makanya tak banyak photo-photo diri saya sendiri yang saya bagikan di berbagai jejaring sosial, Multiply misalnya. Di samping itu ada juga alasan baik dan buruknya :).  Karena ini ada lomba berbagi senyum untuk “kebaikan”, makanya saya beranikan diri untuk ikut membagikan photo dan senyum-senyum saya (yang mempesona) =)).


Photo ini adalah photo saya dan Ibunda saya tercinta. Photo ini diambil kira-kira satu tahun yang lalu. Lebih tepatnya tanggal 17 juli 2011. Kenapa saya dan Ibunda tersenyum dalam photo ini?

Pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab. Benar, di dalam photo ini adalah saat-saat di mana saya berkangen-kangen ria dengan keluarga , terutama Ibu dan Adik yang di rumah, serta saudara-saudara lainnya di kampung sana. Rasa lelah dan penat saat beraktivitas di luar kota ( alias merantau ), terbayar sudah saat saya kembali ke desa tercinta. Siapa pun kita pasti merasakan kemesraan setelah bepergian jauh dan kembali ke rumah tercinta, terutama dengan lingkungan desa yang terkenal kemesraannya.

Photo ini di ambil menggunakan kamera handphone milik adik saya. Saya begitu senang melihat adik saya dengan begitu riangnya memencet-mencet hapenya yang baru itu. Hape itu saya yang belikan, karena saat adik saya akan lulus dari sekolah dasar, dulu saya sempat menjanjikan membelikan hape untuk adik saya. 

Makanya hape baru adik saya itu di buatlah untuk jeprat-jepret sana sini dan untuk bernarsis ria bersama keluarga tercinta :D. Senang rasanya.

Selain tersenyum karena adik saya yang begitu senangnya memainkan hape barunya. Saya juga terlihat begitu bahagia saat ibu memakai Jilbab barunya yang juga aku belikan saat saya kembali ke kampung tercinta. Ibu bilang baru pertama kali ibu dibelikan jilbab oleh anak-anaknya.  Alhamdulillah saya sangat bahagia melihat ibu dengan jilbabnya yang saya belikan itu. Jilbab ibu yang lama sempit-sempit dan sudah terlihat lusuh, makanya saya belikan jilbab baru yang lumayan longgar dan ibu menyukainya. Jadi teringat saat ibuku harus berjuang keras mmenghidupi anak-anaknya dengan jilbab-jilbab lamanya itu. Ibu rela berjalan berkilo-kilo untuk menawarkan barang dagangannya berupa sayuran, dulu ibu sempat bilang kalau pekerjaan itu serasa membakar kerudung yang menutupi kepalanya :’(.

Di dalam photo itu, saat itu ibu akan berangkat ke pengajian rutin di kampung, sebelum berangkat saya paksa ibu saya untuk bernarsis ria dengan Jilbab barunya.  Senyum malu-malu ibu pun tampak di photo ini, begitupun dengan saya *halah. :D

Berbagi dengan keluarga itu sungguh membahagiakan, ayo buat tersenyum keluarga dan saudara-saudara kita tercinta dimanapun mereka berada.

Diikutsertakan dalam Lomba Senyumku untuk Berbagi, mengikuti lomba ini berarti telah ikut menyumbangkan 5.000 ( lima ribu rupiah ) yang akan di sumbangkan ke lembaga sosial. Ayo berbagi senyum. Selamat BERBAGI "kebaikan" dengan TERSENYUM!. ^__^

“SENYUM adalah potret indah jati diri seorang Muslim. Pancaran aura cemerlang yang melebihi matahari. Bukti nyata akhlak yang berbunga. Berikan senyuman indah kita untuk saudara kita. Persahabatan yang dahsyat berawal dari senyuman hangat. Karena ia pula menjadi cabang dari mudahnya sedekah. Sedekah termurah adalah Senyum terindah.”