Rabu, 25 April 2012

Karena Buah Duku


Buah Duku ini,
Buah yang Ku temui secara cuma-cuma di Masjid ini,
Buah yang Ku dapatkan dari seseorang yang berbaik hati,
Buah yang sangat disukai oleh orang-orang yang Ku cintai,
Adalah buah yang sangat enak untuk dicicip dan dinikmati,

Namun sayangnya,
Buah ini tampak begitu kusut dipandang oleh mata,
Buah ini membuat curiga orang-orang yang melihatnya,
Buah ini tidak menjadikanku bertambah selera,
Buah ini tampak lusuh dan seperti busuk dari kulit luarnya,

Tapi ternyata ku baru tahu,
Buah yang tampak lusuh dan kusut itu,
Buah yang memang menjadikan ku tak bernafsu,
Buah yang belum tentu semua orang mau,
Ternyata adalah buah yang bisa membuat mulutku mecucu,

Ternyata Buah Duku ini,
Adalah buah yang sangat enak dan manis sekali,
Buah ini membuat tangan ingin mengupas kulitnya lagi,
Buah ini membuat lidah tak henti-henti ingin mencicipi,
Buah ini membuatku mau dan mau lagi,

Duku ini ternyata manis,
Buah ini seakan mempunyai aura magis,
Karena buah ini memang benar-benar enak dan manis,
Buah ini akhirnya membuatku menangis,
Buah ini menjadikan hati seperti teriris,

Karena Buah Duku,
Meluap sudah kumpulan air di dalam bola mataku,
Tak kuasa ku tahan rasa galau di hatiku,
Bahkan ku tak sadar bahwa aku adalah seorang lelaki yang harus tegas dalam berlaku,
Aku ingin menagis sejadi-jadinya dikala itu,

Betapa tak seperti itu,
Buah yang tampak sangat lusuh dan terlihat busuk itu,
Ternyata didalamnya ada buah yang sangat enak dan manis yang tak menipu,
Sangat jauh berbeda dengan apa-apa yang ada dalam diriku,
Aku selalu sibuk memperbagus apa-apa yang tampak dari luar rupaku,
Padahal hanya kebusukan yang ada dalam hatiku,

Ah, karena Buah Duku ini,
Engkau menjadikanku agar lebih introspeksi diri,
Engkau menjadikanku agar aku bisa menata hati yang busuk ini,
Engkau menyadarkanku akan segala noda dan dosa dalam diri,
Engkau mengingatkanku akan banyaknya aib-aib dalam diriku ini,

Karena Buah Duku,
Aku sadar bahwa Aku kotor dan dekil karena semua perbuatanku,
Aku sadar bahwa Aku punya segala aib yang ku tak ingin ada orang yang tahu,
Aku sadar bahwa selama ini Aku dipandang baik karena rasa kasihan Tuhanku padaku,
Aku dipandang baik karena Allah menutupi segala aib-aibku,
Aku dipandang baik bukan karena memang mulia keadaanku,
Ya rabb, sadarkan Hamba-Mu

Selasa, 10 April 2012

Aku Ditolong, Hapeku Dicolong


Pengalaman nyata tak terlupakan ini ku dapat di awal-awal aku berada di Kota ini. Kota yang memberi sejuta kenangan dan kisah, bertemu orang-orang dengan segala karakter yang sangat menginspirasi. Kejadian suka atau duka tentu saja banyak ku dapatkan di Kota yang nyaman ini. Seperti pengalaman menyedihkan ku yang satu ini.

Ya, kejadian ini terjadi di awal-awal aku menginjakkan kaki di Kota ini, karena aku orang ‘ndeso’ yang sama sekali tidak pernah kepikiran berada di Kota ini, tentu saja Aku ‘bingung-bingung bungah’ pertama kali ke sini. Kedatanganku kesini tentu saja merantau, mencari rizki itulah tujuanku.

Namanya orang asing di negeri orang tentu saja tidak luput dari istilah “keblasuk” alias tersesat :D. Pernah tersesat? (makanya jangan lupa bawa  kompas kalo kemana kemana kemana :p). Haduh aku sendiri malu mau menceritakan saat aku tersesat, agaknya jangan meremehkan pepatah ini, “ Malu bertanya, Njungkel neng Ndalan” hihiihi. Jadi, ceritanya aku hampir tersesat sampai ke Jalan Magelang.

Aku yang saat itu sendirian mencari pekerjaan ke sana kemari, hendak ingin pulang ke kost-kostan sepupu yang kuliah disini. Sewaktu pulang dari test masuk kerja, aku naik bus kota jurusan Tempel- Terminal Giwangan Jogja, tujuanku ke terminal Giwangan, tanpa bertanya ke Kenek Busnya aku main nyelonong masuk aja yang ternyata bus itu menuju ke Tempel, bukan ke terminal Giwangan. Dan mirisnya lagi bus itu adalah yang terakhir, tak ada lagi bus yang menuju terminal Giwangan. Terpaksa aku turun di daerah Jalan Magelang, Tempel, Sleman, hampir berdekatan dengan Magelang.

Hari sudah semakin sore, Adzan ashar berkumandang, aku sesegera mungkin mampir dimasjid terdekat. Pikirku aku akan masih bisa pulang ke kostan sepupu dengan menelpon sepupu untuk menjemputku yang tersesat di Jalan Magelang ini. Tapi, kejadian menyedihkan dan membuat aku “galau” adalah ketika aku mendapati dompet dan Hapeku sudah tidak ada dalam tas. Ya, uang dan hapeku dicolong orang, tapi tasku tidak ikut dicolong, (malingnya pinter dan teliti banget, tau aja kalo tasku butut dan lusuh T_T, Cuma isinya aja yang diambil).  Ceritanya aku jadi makmum masbuk, dan aku menaruh tasku disebelah belakang agak jauh dari tempatku shalat, nah mungkin saja si maling mengamatiku sewaktu aku memasukkan hapeku ke dalam tas.

Lenyap sudah harapanku untuk bisa bertahan hidup *halah lebay ( ehhh buset dah aku galau banget saat itu, ketar-ketir ). Maksudnya bagaimana caranya aku bisa menghubungi sepupuku kalau hapeku dicolong, bagaimana aku bisa bayar angkutan alternatif lainnya sedangkan uang sedompetku digondol maling di Masjid *hiks. Aku benar-benar bingung, dan hampir saja meneteskan air mata. Tapi saat itu berpikir bahwa aku pasti bisa pulang karena Allah melihatku dan pasti menolongku. Dengan keyakinan itu aku mencoba melangkahkan kakiku menuju tempat aku akan pulang, ke kost sepupu. Berjalan kaki, YA, itulah yang terpikirkan di Otakku. Padahal aku juga belum yakin padahal jarak tempat kost dan tempat aku tersesat luar biasa jauh.

Dengan niat dan prasangka baik akan pertolongan Allah aku terus melangkahkan kaki-ku, aku sudah berjalan kira-kira 8km. Coba bayangkan? Pernahkah anda berjalan sejauh itu. Kalau aku ingat sering kali aku nangis dengan perjuanganku saat itu.

Setelah kira-kira berjalan 8km, aku merasa lelah dan aku berpikir untuk berhenti sejenak, aku kehausan, aku ingin membeli minum, tapi teringat akan dompetku yang digondol maling (semoga allah menunjukkan jalan yang lurus pada maling itu), aku pun hanya bisa bermurung muka, lesu, sedih. Tapi aku mencoba mencari-cari rupiah ditas ku yang butut itu, ternyata aku menemukan selembar uang seribuan disana, alhamdulillah, aku bisa membeli minum dengan uang itu. Sesegera mungkin ku menuju warung pinggir jalan terdekat untuk membeli minum. Tentu saja uang segitu hanya dapat membeli Ice Tea ( Es teh kalo bahasa ndesonya).  Penjual warungnya seorang nenek. Dan apa yang terjadi saudara-saudara?, setelah aku memesan es teh ke nenek ini, ku pikir harganya memang seribu, karena ditempat lain memang Cuma seribu. Tapi saat ku tanyakan harganya,”pinten mbah?”,  nenek bilang “Rong ewu mas”. *Glek, es teh yang sudah habis ku minum serasa ingin tak muntahkan lagi. Ku pikir harganya seribu ternyata di tempat nenek 2 ribu.( Huaaaa, sedihnya bukan main. Bikin nangis kalau inget ini). Tapi nenek ini tidak sepenuhnya yang membuat langkahku pulang semakin berat. Tapi nenek ini berbaik hati, setelah ku jelaskan bahwa aku hanya punya uang seribu. Aku boleh membayar dengan uang seribu saja. Hiks, aku iba. Dan karena nenek inilah aku yang tersesat bisa terselamatkan. Kebetulan nenek punya handpone, dan alhamdulillah aku dipinjami, dan aku bisa SMS sepupu untuk menjemputku. Ajaibnya lagi, aku ingat 12 digit nomor hape sepupu. Subhanallah Allah benar-benar maha besar, maha penolong.

Aku bersyukur bisa pulang dan alhamdulillah keesokan harinya diterima kerja. Terimakasih nenek, Alhamdulillah ya allah.

( Pengorbanan itu takkan sia-sia, khuznudzon pada Rabb akan hari esok lebih baik)

Senin, 02 April 2012

Tukang Sol Sepatu juga Manusia

Malam itu ba'da Isya' hujan deras mengguyur masjid Al-Maghfirah, masjid terdekat ditempat dimana aku tinggal. Tak bawa mantol atau payung, membuat aku harus menunggu sampai air hujan berhenti 'hingga tetes terakhir'nya (kek iklan susu aja).
Keluar dari dalam masjid setelah melakukan ibadah Sholat Isya' kudapati seorang Bapak dengan penuh senyumnya menyapaku yang sedang berada di serambi masjid menunggu hujan reda. Bapak ini segera menuju sepeda tua didekatku dengan kotak kayu berisi beberapa sepatu rusak beserta alat-alat di atas sepeda itu.

Ku sambut senyum sapa beliau dengan beberapa pertanyaanku agar bisa memecah keriuhan air hujan yang menetes begitu derasnya. " Masih deras pak, ngiyup dulu?" sapaku, "iya mas, ini mau ngambil mantol dulu, nunggu hujannya biar agak reda", jawabnya. Saat itu juga ku mulai bertanya-tanya tentang si bapak yang sudah ku ketahui bahwa ia adalah seorang tukang sol sepatu.

" Bapak, tukang sol ya, ini tadi keliling dari mana pak?, tanyaku. " Iya, ya begini lah mas namanya cari rejeki ya apapun harus dijalani apa adanya, biasanya saya keliling di dekat kampus-kampus, asrama, kost-kostan, pokoknya tempat yang agak ramai lah mas", jawab bapak ini apa adanya tanpa mengada-ada. " lha bapak ini nanti pulang kemana?, lanjutku. " Ke Panggung mas", jawabnya lagi. Ya allah, jauh banget padahal panggung itu Jogja paling selatan, kelilingnya sampai jogja kota sini, hmm, perjalanannya saja sudah butuh perjuangan, apalagi dalam mencari pelanggan.

" Biasanya sehari dapat berapa pak penghasilannya?", tanyaku ingin tau. " Ya, gak mesti mas, kadang ya dapat banyak kalau pas banyak yang pakai jasaku, kadang cuma cukup buat makan aku, istri, dan anak, kadang kalau cuaca seperti ini semakin susah lagi mas dapet masukannya", cerita bapak padaku. Obrolan kitapun tak terasa telah sampai dipenghujung saat air hujan sudah tinggal rintik-rintik. " Ya sudah ya mas, hujannya sudah reda, saya tak pulang dulu" sahut bapak ini. " lho masih rintik-rintik pak, gak nunggu reda saja?", " Ndak mas, anak istri pasti sudah menunggu dan mengkhawatirkanku, mereka pasti telah menunggu rejeki yang kuperoleh hari ini", jawab bapak itu yang membuatku terketuk hati. " Ya, sudah pak, salam untuk anak dan istrinya ya pak".

Ah, malam itu telah membuatku sadar tentang arti kerasnya sebuah perjuangan hidup, tukang sol sepatu juga manusia, ia butuh hidup yang layak, ia juga butuh penghargaan. Jika kita sedikit menengok sisi kehidupan mereka, kita akan menemukan pribadi-pribadi nan elok dan tangguh yang pantas untuk kita hargai. Setiap orang memiliki perasaan bahwa dia adalah ISTIMEWA dan juga ingin diPENTINGkan, maka jangan sampai kita merendahkan oranglain yang kita lihat dari status pekerjaannya yang mungkin tidak sepadan dengan kita, jangan pernah merendahkan, karena setiap orang mempunyai "kelebihan dan keistimewaan". Tukang sol sepatu juga manusia, mereka layak kita hargai karena mereka mampu mengerjakan apa yang tidak bisa kita kerjakan. Tapi apa yang terjadi terkadang kita tak acuh pada mereka, atau saat kita menggunakan jasa mereka, kita hargai jasanya dengan upah yang kita tawar dengan begitu KEJAMnya ( terutama ibu2 nih yang sering dengan urusan tawar-menawar XD), padahal mungkin juga kita saat itu adalah pelanggan pertama yang menggunakan jasanya dihari itu, setelah menempuh perjalanan yang tidak dekat, hmm. Kita tidak akan bisa mengHARGAI mereka, tanpa menganggap mereka "PENTING dan ISTIMEWA".


Ah, bapak kau mengingatkanku tentang arti sebuah perjuangan yang tak mudah untuk dijalani, kau ingatkan aku tentang betapa sulitnya orangtuaku menghidupiku dan betapa susahnya orang tuaku mencari rizki. Cari uang emang gak gampang :D, Tetap semangat Bapak, perjuanganmu tak akan sia-sia.

"JIKA kita harus berperang dengan kerasnya kehidupan maka tetaplah bersyukur kepada Allah SWT dan berterimakasihlah kepada orang tua, karena kita mendapat kesempatan menemukan jati diri untuk bertahan hidup. Perjuangan dan CUCUran keringat jauh lebih berharga daripada WARISAN yang kita dapatkan secara mudah."